tulisan ini murni opini saya pribadi tanpa ada sangkut paut dan membela pihak manapun .
tentang kebenaran yang disampaikan
tentang waktu penyampaian kebenaran itu sendiri
dan tentang kebaikan yang didapatkan
Jakarta banjir besar, iya
Bandung bukan tak mungkin, tapi tentu kita berharap tidak terjadi di kota (yang katanya) kota Kembang ini.
Gejala awal yang dialami Jakarta sebelum banjir besar mungkin sudah dialami kota Bandung sekarang-sekarang ini, ah mari kita berdoa semoga kita dijauhkan dari segala bentuk musibah, amin .
Hujan yang selalu jadi kambing hitam dalam banjir ini.
Kasian hujan, pembawa berkah tapi dijadikan kambing hitam. Hujan penumbuh inspirasi banyak pihak dijadikan kambing hitam.
Tak tahukah banjir itu sebenarnya ulah manusia itu sendiri ? Ulah kita sendiri ?
"aaahhh banjir lagi kaaan" , ucap seorang gadis di dalam angkot , mengambil sebungkus permen dari dalam tasnya, dan membuangnya melalui jendela mobil tersebut.
i-ro-ni
banjir bukan masalah mengobati , yang saat datang banjir, diberikan 1 solusi permasalahan itu selesai, layaknya saat sakit flu diberikan obat flu maka flu tersebut sembuh.
Banjir tentang mencegah , iya mencegah yang tentu banyak cara yang bisa dilakukan.
--saat banjir--
saya pikir tidak pada tempatnya saat ada yang terkena musibah banjir, yang tidak terkena malah membeberkan semua kesalahan itu pada yang terkena banjir. Misal : salah sendiri buang sampah sembarangan, hellooooo emang banjir bisa berenti saat ganti pejabat , dll yang sepertinya tidak layak dipublish .
Sejujurnya semua opini yang disampaikan benar, hanya saja waktu penyampainnya yang kurang tepat. Ya memang itu semua salah mereka, tapi disaat seperti itu mungkinkah mereka melakukan apa yang dikatakan ? Dan tidak lebih baikkah kita yang hanya diam saja melihat sisi lain terkena musibah ?
entahlah, ini hanya sedikit argumen atas banyaknya tulisan ataupun ocehan yang di publish di dunia maya yang kurang lebih seperti itu .
Setidaknya kalau bisa belum bantu apa-apa, lebih baik diam, bantu dengan doa dari pada mengeluhkan ini itu yang bahkan kamu sendiri tidak melakukannya .
Menyampaikan pendapat untuk solusi juga harus pandai melihat situasi dan kondisi, ah lagi-lagi lidah memang tidak bertulang . Niat awal memperbaiki, hati tak menerima justru memperburuk keadaan, jangan sampai , hargai perasaan orang .
“Memenangnkan kebenaran, bukan cuma soal memenangkan argumen. Memenangkan kebenaran adalah soal memenangkan hati. Dan hati -tak seperti akal- bisa takluk pada argumen semata-mata. Hati tunduk oleh akhlak mulia. Jika hati sudah jatuh cinta pada pekerti, tak diberi hujah pun dia akan mencari dalilnya sendiri”
-- bab Etika Berpendapat , Menyimak Kicau Merajut Makna - Salim A Fillah
0 comments:
Posting Komentar
Thankyou for reading :)